Social Icons

.

Featured Posts

Selasa, 30 April 2013

Panas Bumi (Geothermal)

  Kata geothermal berasal dari bahasa yunani yaitu geo yang berarti bumi dan therme yang berarti panas. Secara istilah, geothermal dapat diartikan sebagai sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan (Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1).

  Terbentuknya daerah-daerah panas bumi yang memiliki temperatur tinggi mengacu pada teori tektonik lempeng, dimana teori ini menjelaskan bahwa di bumi terdapat pergerakan lempeng (crust). Pergeseran lempeng ini yang menentukan karakteristik dari sumber-sumber energi panas bumi yang ada. Untuk daerah panas bumi bertemperatur tinggi (lebih dari 180 ˚C) terdapat pada sistem magmatik volkanik aktif. Sistem magmatik volkanik aktif umumnya berada disekitar pertemuan lempeng samudra dan benua. Disini proses yang terjadi yaitu akibat adanya tumbukan antara lempeng samudra dan lempeng benua, lempeng samudra menunjam ke bawah (subduksi) lempeng benua. Temperatur yang tinggi di kerak bumi mengakibatkan lempeng samudra meleleh. Densitas lelehan biasanya lebih rendah dari sumber asalnya sehingga lelehan tersebut cenderung naik ke atas menjadi magma.  Sementara itu kandungan H2O yang tinggi pada batas antara lempeng benua dan lempeng samudera memicu terjadinya partial melting yang mengakibatkan adanya fluida panas bumi. Fluida panas bumi ini kemudian bergerak ke atas melewati kerak bumi sambil terus bereaksi dengan batuan yang dilewatinya sehingga makin menambah komponen fluida panas bumi tersebut. Ketika fluida ini semakin bergerak ke atas maka akan mendidih dan mengeluarkan gelembung-gelembung gas di boiling zone. Disinilah terjadi pemisahan antara fase liquid dan fase gas pada fluida panas bumi. Fluida gas ini akan lebih mudah menerobos menuju permukaan bumi menjadi furnaroles disekitar puncak dan lereng gunung api. Sisa fluida panas bumi yang masi di dalam akan mengalir secara lateral dimana akan bercampur dengan air tanah dan keluar di permukaan sebagai mata air (Suparno 2009). Gambaran mengenai sistem panas bumi di suatu daerah biasanya dibuat dengan memperlihatkan sedikitnya lima komponen yaitu sumber panas,  reservoir dengan temperaturnya, sumber air serta manifestasi panas bumi permukaan yang terdapat di daerah tersebut (Saptadji 2001).


Gambar. Pergerakan Lempeng Tektonik
 
Gambar. Sistem Panas Bumi
 

Jenis-jenis Energi dan Sistem Panas Bumi
   Energi panasbumi diklasifikasikan kedalam lima kategori. Energi dari sistim hidrotermal (hydrothermal system) yang paling banyak dimanfaatkan karena pada sistim hidrotermal, pori-pori batuan mengandung air atau uap, atau keduanya, dan reservoir umumnya letaknya tidak terlalu dalam sehingga masih ekonomis untuk diusahakan. Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistim hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa.


Gambar. Jenis-jenis Energi Panas Bumi

  Pada sistim satu fasa, sistim umumnya berisi air yang mempunyai temperatur 90° - 180°C dan tidak terjadi pendidihan bahkan selama eksploitasi. Contoh dari sistim ini adalah lapangan panasbumi di Tianjin (Cina) dan Waiwera (Selandia Baru).

Ada dua jenis sistim dua fasa, yaitu:
1. Sistim dominasi uap atau vapour dominated system, yaitu sistim panasbumi di mana sumur-sumurnya memproduksikan uap kering atau uap basah karena rongga-rongga batuan reservoirnya sebagian besar berisi uap panas. Dalam sistim dominasi uap, diperkirakan uap mengisi rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan, sedangkan air mengisi pori-pori batuan. Karena jumlah air yang terkandung di dalam pori-pori relatif sedikit, maka saturasi air mungkin sama atau hanya sedikit lebih besar dari saturasi air konat (Swc) sehingga air terperangkap dalam pori-pori batuan dan tidak bergerak.


2. Sistim dominasi air atau water dominated system yaitu sistim panasbumi dimana sumur-sumurnya menghasilkan fluida dua fasa berupa campuran uap air. Dalam sistim dominasi air, diperkirakan air mengisi rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan. Lapangan Awibengkok termasuk kedalam jenis ini, karena sumur-sumur umumnya menghasilkan uap dan air. Pada sistim dominasi air, baik tekanan maupun temperatur tidak konstant terhadap kedalaman.

  Dibandingkan dengan temperatur reservoir minyak, temperatur reservoir panasbumi relatif sangat tinggi, bisa mencapai 350°C. Berdasarkan pada besarnya temperatur, Hochstein (1990) membedakan sistim panasbumi menjadi tiga, yaitu:
1.Sistim panasbumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida dengan temperatur lebih kecil dari 125°C.
2.Sistim/reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur antara 125°C dan 225°C.
3.Sistim/reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur diatas 225°C.

  Sistim panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu sistim entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalphi, akan tetapi berdasarkan pada temperatur mengingat entalphi adalah fungsi dari temperatur.


Geothermal di Indonesia


Gambar. Persebaran Potensi Panas Bumi di Indonesia (ESDM 2008)

  Posisi Indonesia yang tepat berada di batas antara lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik mengakibatkan Indonesia termasuk daerah yang mempunyai sistem magmatik volkanik aktif. Hal ini terbukti dari 128 gunung berapi aktif yang tersebar di seluruh Indonesia (Zen 2008). Setelah dilakukan survey pendahuluan terkait dengan potensi geothermal di 256 daerah didapatkan kandungan energi geothermal di Indonesia senilai 27.601 MWe atau terbesar di dunia. Namun baru 1042 MWe yang telah diproduksi dari energi geothermal tersebut (ESDM 2008).


Tabel. Potensi Panas Bumi Indonesia Tahun 2008 (ESDM, 2008)

Pemanfaatan Panas Bumi
  Secara umum pemanfaatan energi geothermal terbagi menjadi tiga yaitu untuk menggerakkan pembangkit listrik, penggunaan secara langsung (direct use) dan pemanasan /pendinginan bangunan dengan pompa-pompa panas geothermal. Energi listrik yang dihasilkan dari memanfaatkan energi geothermal diperoleh dengan menggunakan peralatan turbin uap dan generator. Uap dari geothermal digunakan untuk memutarkan turbin untuk menghasilkan energi listrik. Untuk penggunaan langsung yaitu air panas dari sumber geothermal mampu menyediakan panas untuk kegiatan industri, rumah kaca pengeringan hasil panen, pemanas ruangan, balneology (pengobatan) atau mencairkan salju pada negara-negara yang beriklim dingin. Penggunaan langsung disini dengan cara mengalirkan uap panas dengan sistem mekanik berupa pemompaan dengan pipa-pipa, pengatur panas dan pengontrol-pengontrol kemudian dialirkan ke tempat yang menggunakannya. Biasanya pemanfaatan secara langsung ini suhu yang dipakai adalah 50˚C-150˚C. Untuk Indonesia pemanfaatan yang ada masih sebatas pada pemanfaatan sebagai energi listrik dan untuk area hot springs sebagai pariwisata (Sumintadiredja 2005). 

Penentuan Potensi Panas Bumi
  Adanya sumberdaya geothermal di bawah permukaan terkadang ditunjukkan dengan adanya manifestasi permukaan sebagai akibat dari adanya energi dari dalam bumi yang keluar. Manifestasi permukaan adalah tanda-tanda alam yang nampak di permukaan tanah sebagai petunjuk awal adanya aktifitas  panas bumi di bawah permukaan bumi. Manifestasi panas bumi ini dapat berupa tanah hangat (warm ground), permukaan tanah beruap, mata air panas atau hangat, telaga air panas, fumarole, geyser, kubangan lumpur panas, silika sinter, batuan yang mengalami alterasi (Saptadji 2001). Karakteristik kondisi geomorfologi juga menandakan adanya sumberdaya geothermal di dalam permukaan. Adanya patahan di daerah vulkanisme tua dapat dijadikan indikator tersebut (Utama dkk. 2012). Selain itu, besarnya potensi cadangan suatu lapangan panas bumi dapat digambarkan dengan beberapa parameter reservoir seperti temperatur, tekanan, dan entalpi yang merepresentasikan energi termal yang terkandung di dalam fluida reservoir tersebut (Singarimbun dkk. 2011).

1. Tanah Hangat
Adanya sumber daya panasbumi di bawah permukaan dapat ditunjukkan antara lain dari adanya tanah yang mempunyai temperatur lebih tinggi dari temperatur tanah disekitarnya. Hal ini terjadi karena adanya perpindahan panas secara konduksi dari batuan bawah permukaan ke batuan permukaan. Berdasarkan besarnya gradien temperatur, area di bumi dibagi menjadi area tidak panas dan area panas (thermal area). Suatu area diklasifikasikan sebagai area tidak panas apabila gradien temperatur di area tersebut sekitar 10-40°C/km. Sedangkan area panas terdapat area semi thermal dan area hyperthermal. Area semi thermal, yaitu area yang mempunyai gradien temperatur sekitar 70-80°C/km. Area hyperthermal, yaitu area yang mempunyai gradien temperatur sangat tinggi. Contohnya adalah di Lanzarote (Canary Island) besarnya gradien temperatur sangat tinggi sekali hingga besarnya tidak lagi dinyatakan dalam °C/km tetapi dalam °C/cm.

2. Permukaan Tanah Beruap
Di beberapa daerah terdapat tempat-tempat di mana uap panas (steam) nampak keluar dari permukaan tanah. Jenis manifestasi panasbumi ini disebut steaming ground. Diperkirakan uap panas tersebut berasal dari suatu lapisan tipis dekat permukaan yang mengandung air panas yang mempunyai temperatur sama atau lebih besar dari titik didihnya (boiling point). Besarnya temperatur di permukaan sangat tergantung dari laju aliran uap (steam flux).

3. Mata Air Panas atau Hangat
Mata air panas/hangat ini terbentuk karena adanya aliran air panas/hangat dari bawah permukaan melalui rekahan-rekahan batuan. Istilah “hangat” digunakan bila temperatur air lebih kecil dari 50°C dan istilah “panas” digunakan bila temperatur air lebih besar dari 50°C. Mata air panas yang bersifat asam biasanya merupakan manifestasi permukaan dari suatu sistim panasbumi yang didominasi uap. Sedangkan mata air panas yang bersifat netral biasanya merupakan manifestasi permukaan dari suatu sistim panasbumi yang didominasi air. Mata air panas yang bersifat netral, yang merupakan manifestasi permukaan dari sistim dominasi air, umumnya jenuh dengan silika. Apabila laju aliran air panas tidak terlalu besar umumnya di sekitar mata air panas tersebut terbenntuk teras-teras silika yang berwarna keperakan (silica sinter terraces atau sinter platforms). Bila air panas banyak mengandung Carbonate maka akan terbentuk teras-teras travertine (travertine terrace). Namun di beberapa daerah, yaitu di kaki gunung, terdapat mata air panas yang bersifat netral yang merupakan manifestasi permukaan dari suatu sistim panasbumi dominasi uap.

4. Kolam Air Panas
Kolam air panas ini terbentuk karena adanya aliran air panas dari bawah permukaan melalui rekahan-rekahan batuan. Bila air tersebut berasal dari reservoar panasbumi maka air tersebut hampir selalu bersifat netral. Disamping itu air tersebut umumnya jemih dan berwarna kebiruan. Bila air tersebut berasal dari air tanah yang menjadi panas karena pemanasan oleh uap panas maka air yang terdapat di dalam kolam air panas umumnya bersifat asam. Sifat asam ini disebabkan karena tejadinya oksidasi H2 didalam uap panas. Kolam air panas yang bersifat asam (acid pools) umumnya berlumpur dan kehijau-hijauan. Kolam air panas yang bersifat asam mungkin saja terdapat diatas suatu reservoar air panas. Jika luas permukaan dari kolam air panas ini lebih dari 100m2 biasanya disebut telaga air panas.
 Gambar. Kolam Air Panas

5. Fumarole
Fumarole adalah lubang kecil yang memancarkan nap panas kering (dry steam) atau uap panas yang mengandung butiran-butiran air (wet steam). Apabila uap tersebut mengandung gas H2S maka manifestasi permukaan tersebut disebut solfatar. Fumarole yang memancarkan uap dengan kecepatan tinggi kadang-kadang juga dijumpai di daerah tempat terdapatnya sistim dominasi uap. Uap tersebut mungkin mengandung S02 yang hanya stabil pada temperatur yang sangat tinggi (>500°C). Fumarole yang memancarkan uap dengan kandungan asam boric tinggi umumnya disebut soffioni.

6. Geyser
Geyser didefinisikan sebagai mata air panas yang menyembur ke udara secara intermitent (pada selang waktu tak tentu) dengan ketinggian air sangat beraneka ragam, yaitu dari kurang dari satu meter hingga ratusan meter. Geyser merupakan manifestasi permukaan dari sistim dominasi air.
Gambar. Geyser

7. Kubangan Lumpur Panas
Kubangan lumpur panas umumnya mengandung non-condensible gas (CO2) dengan sejumlah kecil uap panas. Lumpur terdapat dalam keadaan cair karena kondensasi uap panas. Sedangkan letupan-letupan yang tejadi adalah karena pancaran C02.

Gambar. Kubangan Lumpur

8. Silika Sinter
Silika sinter adalah endapan silika di permukaan yang berwarna keperakan. Umumnya dijumpai disekitar mata air panas dan lubang geyser yang menyemburkan air yang besifat netral. Apabila laju aliran air panas tidak terlalu besar umumnya disekitar mata air panas tersebut terbentuk teras-teras silika yang berwarna keperakan (silica sinter teraces atau sinter platforms). Silika sinter merupakan manifestasi pernukaan dari sistim panasbumi yang didominasi air.
Gambar. Silika Sinter

9. Batuan Yang Mengalami Alterasi
Alterasi hidrothermal merupakan proses yang terjadi akibat adanya reaksi antara batuan asal dengan fluida panasbumi. Batuan hasil alterasi hidrotermal tergantung pada beberapa faktor, tetapi yang utama adalah temperatur, tekanan, jenis batuan asal, komposisi fuida (hususnya pH) dan lamanya reaksi. Mineral hidrothermal yang dihasilkan di zona permukaan biasanya adalah kaolin, alutlite, sulphur, residue silika dan gypsum.

10. Geomorfologi
Geomorfologi adalah kajian yang menguraikan tentang bentuk lahan yang menyusun permukaan bumi baik di atas maupun di bawah permukaan laut, proses-proses yang menyebabkan pembentukannya dan menyelidiki hubungan antara bentuk lahan dengan proses tersebut dalam tatanan keruangannya (Lihawa 2009). Aspek-aspek dalam geomorfologi (Verstappen 1983)  meliputi:
1. Aspek morfologi, dimana mencakup ukuran-ukuran dan bentuk unsur-unsur penyusun bentuk lahan.
2. Aspek Morfogenesa, dimana asal usul pembentukan lahan dan perkembangannya. Proses ini dapat dibedakan berdasarkan tenaga geomorfologi pembentuk bentuk lahan. Proses-proses tersebut membentuk konfigurasi bentuk permukaan bumi yang berbeda-beda.
3. Aspek Morfo-kronologi, dimana urutan bentuk lahan yang ada di permukaan bumi sebagai hasil proses geomorfologi.
4. Aspek Morfo-asosiasi, dimana merupakan kaitan antara bentuk lahan satu dengan bentuk lahan lainnyadalam susunan keruangan dan sebarannya di permukaan bumi. Morfo-asosiasi ini sangat penting karena bentuk lahan yang ada di permukaan bumi pembentukannya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain topografi, iklim, batuan, proses, vegetasi, organisme dan waktu.
  Ketinggian, sudut kemiringan (slope angle) dan aspek kemiringan (slope aspect) adalah variabel-variabel yang sering digunakan dalam menentukan orientasi lokal dari suatu landscape (Walsh dkk. 1997).

  Beberapa metode yang digunakan dalam penentuan estimasi potensi panas bumi adalah metode estimasi volumetrik dan metode estimasi simulasi numerik. Metoda estimasi volumetrik dibagi menjadi metode perbandingan dan model lumped parameter. Metode perbandingan, yaitu menyetarakan suatu daerah panas bumi baru yang belum diketahui potensinya dengan lapangan yang diketahui berpotensi, dimana keduanya memiliki kemiripan kondisi geologi. Metoda ini digunakan untuk menghitung potensi energi panas bumi dengan klasifikasi sumber daya spekulatif. Model lumped parameter, didasarkan pada anggapan bahwa reservoir panas bumi berupa bentuk kotak sehingga perhitungan volume = luas sebaran x ketebalan; dengan syarat bahwa : (a) kandungan energi panas dalam bentuk fluida berada dalam batuan; dan (b) kandungan massa fluida terdapat dalam resrvoir. Metode ini digunakan untuk menghitung potensi energi panas bumi dengan kategori sumber daya hipotesis, cadangan terduga, mungkin dan terbukti. Sedangkan metode estimasi simulasi numerik digunakan pada kondisi dimana pada suatu lapangan panas bumi telah tersedia beberapa sumur eksplorasi dengan semburan fluida panas. Data sumur dibuat simulasi, yang selanjutnya digambar dalam sistem kisi (grid) dan bentuk tiga dimensi. Dengan metode ini dapat dihitung potensi cadangan terbukti dari suatu reservoir, termasuk umur, optimasi produksi dan sistem distribusi panasnya (Saptadji 2001).

  Menurut Badan Standardisasi Nasional (1998) estimasi potensi geothermal didasarkan pada kajian ilmu geologi, geokimia, geofisika dan teknik reservoar. Kajian geologi ditekankan pada sistem, vulkanis, struktur geologi, umur batuan, jenis dan tipe batuan ubahan dalam kaitannya dengan sistem panas bumi. Kajian geokimia ditekankan pada tipe dan tingkat maturasi air, asal mula air panas, model hidrologi dan sistem fluidanya. Kajian geofisika menghasilkan parameter fisis batuan dan struktur bawah permukaan dari sistem panas bumi. Kajian teknik reservoar menghasilkan fase teknik yang mendefinisikan klasifikasi cadangan termasuk sifat fisis batuan dan fluida serta pemindahan fluida dari reservoar. Dari banyaknya kajian yang ada juga memerlukan sistem yang mampu mengintegrasikan antara hasil kajian satu dengan lainnya sehingga nantinya dapat diketahui mengenai penyebaran batuan, struktur geologi, daerah alterasi hidrotermal, geometri cadangan panas bumi, hidrologi, sistem panas bumi, temperature reservoir, potensi sumber daya serta potensi listriknya.

»»  READMORE...

Geodesi dan Geomatika

  

   Geodesi berasal dari bahasa Yunani, Geo (γη) = bumi dan daisia / daiein (δαιω) = membagi, kata geodaisia atau geodeien berarti membagi bumi. Sebenarnya istilah “Geometri” sudah cukup untuk menyebutkan ilmu tentang pengukuran bumi, dimana geometri berasal dari bahasa Yunani, γεωμετρία = geo = bumi dan metria = pengukuran. Secara harafiah berarti pengukuran tentang bumi. Namun istilah geometri (lebih tepatnya ilmu spasial atau keruangan) yang merupakan dasar untuk mempelajari ilmu geodesi telah lazim disebutkan sebagai cabang ilmu matematika.

  Menurut Helmert dan Torge (1880), Geodesi adalah Ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi yang juga mencakup permukaan dasar laut. Menurut IAG (International Association Of Geodesy 1979), Geodesi adalah Disiplin ilmu yang mempelajari tentang pengukuran dan perepresentasian dari Bumi dan benda-benda langit lainnya, termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah dengan waktu.

  Pada laporan Dewan Riset Nasional Amerika Serikat, definisi Geodesi dapat dibaca sebagai berikut: “a branch of applied mathematics that determines by observations and measurements the exact position of points and the figures and areas of large portions of the earth's surface,the shape and size of the earth, and the variations of terrestrial gravity”.

  Dalam bahasa yang berbeda, geodesi adalah cabang dari ilmu matematika terapan, yang dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan untuk menentukan:
  • Posisi yang pasti dari titik-titik di muka bumi
  • Ukuran dan luas dari sebagian besar muka bumi
  • Bentuk dan ukuran bumi serta variasi gaya berat bumi

  Definisi ini mempunyai dua aspek, yakni:
  • Aspek ilmiah (aspek penentuan bentuk), berkaitan dengan aspek geometri dan fisik bumi serta variasi medan gaya berat bumi.
  • Aspek terapan (aspek penentuan posisi), berhubungan dengan pengukuran dan pengamatan titik-titik teliti atau luas dari suatu bagian besar bumi. Aspek terapan ini yang kemudian dikenal dengan sebutan survei dan pemetaan atau teknik geodesi.

  Adapun tujuan Geodesi pada garis besarnya ada 2 (dua) yaitu :
a. Ilmu Murni Geodesi (Geodesy Science)
b. Segi Praktis (Mapping ~ Pemetaan)
Geodesy Science mempelajari bentuk dan besarnya bumi, ukuran bumi, pergerakan kutub dan sejenisnya. Sedangkan Mapping lebih bergerak pada bidang praktis atau keteknikan (engineering), misalnya penentuan posisi kapal di laut, pembangunan pelabuhan, staking out jalan (jalan raya, jalan kereta api, saluran irigasi dan sebagainya), uitzet bangunan, pengkaplingan dan sebagainya.Seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, maka dalam perjalanannya Geodesi berinteraksi dengan ilmu lain dan berkembang, artinya tidak hanya pada pengukuran bentuk dan besar bumi, pemetaan dan sejenisnya, tetapi berkembang ke keruangan (spasial). Perkembangan teknologi komputer dijital juga telah memperluas ruang lingkup keilmuan dan keahlian teknik geodesi. Perkembangan tersebut adalah menuju ke Geomatika.

  Geomatika adalah sebuah istilah ilmiah modern yang berarti pendekatan yang terpadu dalam mengukur, menganalisis, dan mengelola deskripsi dan lokasi data-data kebumian, yang sering disebut sebagai data spasial. Data-data ini berasal dari berbagai sumber, antara lain : satelit-satelit yang mengorbit bumi, sensor-sensor laut dan udara, dan peralatan ukur di daratan. Data tersebut diolah dengan teknologi informasi mutakhir menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer.

  Definisi geomatika yang bersumber dari University of Calgary menjelaskan: “Geomatics Engineering is a modern discipline, which integrates acquisition, modeling, analysis, and management of spatially referenced data, i.e. data identified according to their locations. Based on the scientific framework of geodesy, it uses terrestrial, marine, airborne, and satellite-based sensors to acquire spatial and other data. It includes the process of transforming spatially referenced data from different sources into common information systems with well-defined accuracy characteristics”.

  Geomatika mempunyai aplikasi dalam semua disiplin yang berhubungan dengan data spasial, misalnya studi lingkungan, perencanaan wilayah dan kota, kerekayasaan, navigasi, geologi & geofisika, dan pengelolaan pertanahan. Oleh karena itu geomatika sangat fundamental terhadap semua disiplin ilmu kebumian yang menggunakan data spasial, seperti ilmu ukur tanah, penginderaan jauh (foto udara atau dengan gelombang elektromagnetik), kartografi, sistem informasi geografik (SIG), dan global positioning system (GPS).

Sejarah Perkembangan Geodesi:
  Semenjak manusia mula memikirkan tentang makhluk, mereka telah berminat untuk mempelajari tentang bumi. Beberapa fenomena alam yang terjadi di sekeliling mereka menyebabkan mereka seringkali merasa takut. Hasil daripada ini telah menggalakkan manusia lebih memahami tentang  peristiwa tersebut. Sebagian fenomena yang terjadi adalah sentiasa berkait rapat dengan bentuk, graviti bumi, perubahan masa dan untuk mengetahuinya memerlukan pengetahuan dalam bidang geodesi. Secara signifikan, kegiatan pemetaan bumi sebagai bidang ilmu Geodesi telah dimulai sejak banjir sungai nil (2000 SM) oleh kerajaan Mesir Kuno. Perkembangan Geodesi yang lebih signifikan lagi pada saat manusia mempelajari bentuk bumi & ukuran bumi lebih dalam oleh tokoh Yunani, Erastotenes yang dikenal sebagai bapak geodesi. Hingga kini teknik geodesi dijadikan sebagai disiplin ilmu akademis hampir disetiap negara. 



Ilmu Yang Mendukung Geodesi
Ilmu –ilmu yang mendukung Geodesi, menurut Vanicek (1982) adalah :
1. Ilmu yang utama meliputi :
• Matematika
• Fisika
• Komputer
2. Ilmu lainnya adalah :
• Hidrografi
• Geografi
• Ekologi
• Proyek Keteknikan
• Manajemen kota
• Batas wilayah
• Manajemen Lingkungan
• Astronomi
• Pengetahuan Amosfir
• Geologi
• Geofisik
• Oseanografi
• Pengetahuan Spasial


Gambar. Bidang Geomatika

Sejarah Geodesi di Indonesia:
  Pada abad 18 pengetahuan tentang pendalaman pulau jawa sangat kurang, terlebih daerah diluar Jawa. Pada saat pemerintahan Gouverneur General Daendels, diletakan dasar untuk pengukuran di pulau jawa. Pada tahun 1809 diangkat juru-juru ukur yang diambil sumpah untuk mengisi personil dalam organisasi “Biro Zeni” dalam gerakan-gerakan militer. Semua pejabat militer dan sipil mendapat instruksi untuk mengadakan pengukuran dan pemetaan, terutama kepada para perwira Zeni diberi tugas pengukuran dan waterpassing dengan menggunakan peta-peta laut sebagai dasar pembuatan peta.

  Setelah selesai peperangan di Jawa (Perang diponegoro tahun 1825-1830) timbul kebutuhan yang meningkat akan kebutuhan data geografi dan peta topografi yang lebih lengkap dari wilayah Hindia Belanda terutama ditujukan untuk pembuatan peta pertahanan Pulau Jawa. Pada awal abad ke-19 di Eropa terdapat anggapan bahwa pekerjaan pengukuran triangulasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pekerjaan pemetaan. Anggapan ini baru dianut di Indonesia pada akhir abad ke-19, walaupun antara tahun 1839 hingga tahun 1848 Junghuhn telah membuat triangulasi pertama di Indonesia yang dijadikan dasar untuk pengukuran dan pemetaan di Pulau Jawa. Dari hasil pengukuran yang dilakukan dapat dihasilkan tiga peta dengan skala peta yang bervariasi. Peta-peta buatan Junghuhn tersebut tidak pernah dicetak, sebab disusul oleh pembuatan peta dengan skala 1 : 70 000 oleh Vander Welde tahun 1845, dan peta buatan Leclerq pada tahun 1850 dengan skala peta 1 : 100 000.

  Pemerintah Hindia Belanda semula merencanakan pengukuran dan pemetaan detail sekitar daerah Batavia (Jakarta) dan Buiterzorg (Bogor), namun segera diputuskan pemetaan topografi pertama dimulai di daerah residensi Batavia (tahun 1849-1853) oleh Topografisch Bureau sebagai bagian dari Corps Genie. Hasil pekerjaan pengukuran dan pemetaan dengan skala peta 1 : 10 000 dan 1: 50 000 (hasil perkecilan skala peta) telah memperjelas manfaat serta kegunaan peta. Setelah selesai pemetaan di sekitar Batavia, proses pemetaan di Pulau Jawa diperluas lagi hingga ke Keresidenan Cirebon.

  Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Prof. Ir. J.H.G Schepers pada sidang umum International Union of Geodesy and Geophysics (IUGG) pada tahun 1931, dapat dibaca tentang sejarah pemetaan topografi di Indonesia pada masa lalu. Pada tahun 1850 dibentuklah Dinas Geografi (Geografische Dients) sebagai bagian dari angkatan laut dengan tugas untuk menetapkan posisi geografi dari berbagai stasiun di Indonesia dengan pengamatan bintang. Pada tahun 1864 dibentuk Topografisch Bureau en der Militaire Verkeuningen di bawah kesatuan Zeni dengan tugas pengukuran topografi di Pulau Jawa. Pada tahun 1874 Bureau ini dialihkan menjadi Topografische Dients (Dinas Topografi) di bawah staf umum angkatan darat, pada tahun 1907 dipisahkan lagi dari staf umum untuk menjadi bagian yang berdiri sendiri yang dikenal dengan nama “IXde Afdeeling van let Department van Oorlog” (Afdeeling ke-9 dari departemen peperangan) atau lazim disebut dinas topografi militer.

  Pada tahun 1857, Dr. Oudemans (Guru besar Astronomi pada universitas Utrecth) datang ke Indonesia dan meyakinkan perlunya triangulasi yang teratur untuk pemetaan topografi yang sekaligus dapat dimanfaatkan untuk keperluan ilmiah didalam menentukan dimensi bumi. Pada tahun 1862 triangulasi pulau jawa dimulai dibawah pimpinan Dr. Oudemans sendiri dan selesai pada tahun 1880, sesudah dinas geografi dibubarkan. Pekerjaan triangulasi ini dikerjakan setelah pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk memulai pemetaan sistematik di Indonesia yang dimulai dari pulau Jawa dan Madura, serta dilakukan oleh pemerintah sendiri (Governments Besluit No 10 tanggal 25 Desember 1853).

  Pada tahun 1883 dibentuk brigade triangulasi sebagai bagian dari dinas topografi militer untuk meneruskan pekerjaan triangulasi di pulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya. Brigade ini dipimpin oleh Dr. J.J.A Mueller. Sejak tahun 1913 Brigade dipimpin oleh Prof. Ir. J.H.G. Schepers dan diserahi tugas survey geodesi untuk seluruh Kepulauan Indonesia (triangulasi, pengamatan astronomi, sipat datar teliti di Jawa ). Menjelang pecahnya perang Dunia II, pimpinan Brigade Triangulasi adalah Prof. Ir. P.H. Poldevaart, sehingga praktis pimpinan dan staf Brigade ini (merupakan bagian terpenting pada dinas topografi militer) adalah sarjana-sarjana yang berstatus pegawai sipil (burgelijk ambtenaar). Selama perang Dunia II dimana pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang. Kantor Topographische Dients dipindahkan dari Jakarta ke Bandung dengan nama kantor diubah menjadi Sokuryo Kyoku yang berarti kantor pengukuran.

  Pada tanggal 28 September 1945 setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Sokuryo Kyoku direbut dari tangan Jepang, dan diubah namanya menjadi Jawatan Topografi Republik Indonesia dipimpin oleh Ir. Soetomo Wongsotjitro (kemudian dikenal sebagai Guru Besar pada bagian geodesi, Fak. Teknik Universitas Indonesia) yang bernaung dibawah Kementrian Pertahanan. Hal ini ditetapkan dengan ketetapan pemerintah Republik Indonesia No. 46 tanggal 26 April 1946, kedudukan Jawatan ini bermula ada di Malang kemudian pindah ke Solo pada tahun 1947, dan akhirnya pindah ke Yogyakarta pada tahun 1949. Berdasrkan surat keputusan KASAD No. Skep/691/VII/1986, tanggal 26 April 1946 ditetapkan sebagai hari lahir Corp Topografi TNI-AD.

  Pada saat yang sama pemerintah Belanda menduduki sebagaian daerah Republik Indonesia membentuk kembali Topografische Dients KNIL (Tentara kerajaan Hindia Belanda) dengan balai Geodesi di Bandung (1947), balai Geografi, dan balai Fotogrametri di Jakarta (1947). Balai Geodesi ini melanjutkan pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan oleh Brigade Triangulasi. Pada tanggal 17 Juni 1950, Jawatan Topografi Republik Indonesia mengambil alih Topografische Dients KNIL beserta semua lembaga-lembaga yang ada, sehingga di Indonesia hanya ada satu lembaga pemetaan topografi dibawah Kementrian Pertahanan yang berkedudukan di Jakarta (semula bernama Direktorat Topografi Angkatan Darat kemudian diganti menjadi Jawatan Topografi Angkatan Darat). Sejak tahun 1950 praktis tidak ada pemetaan baru. Pekerjaan dengan anggaran yang sangat terbatas hanya meliputi revisi peta-peta lama serta kompilasi peta-peta skala kecil (1:250 000 dan 1:1 000 000). Pekerjaan triangulasi adalah melanjutkan triangulasi di Nusa Tenggara Timur dan beberapa pengukuran Laplace. Pada tanggal 31 Maret 1951 dengan peraturan pemerintah No. 23 Tahun 1951 tentang pejabat-pejabat hidrografi pelayaran sipil, memutuskan bahwa di Indonesia terdapat dua pejabat Hidrografi yaitu pejabat hidrografi sipil yang bernama :
1. Bagian Hidrografi dan menjadi bagian dari Jawatan Pelayaran, Kementerian Perhubungan.
2. Bagian Hidrografi angkatan laut, yang menjadi bagian staf angkatan laut.

  Selanjutnya melalui Kepres No. 164 Tahun 1960, bagian Hidrografi dari Jawatan Pelayaran kementerian perhubungan digabungkan pada Jawatan Hidrografi Angkatan Laut. Pada tanggal 23 November 1951, dengan peraturan pemerintah No. 71 Tahun 1951 (Lembar Negara Nr. 116, 1951) membubarkan “Raad en Directorium loor het meet en kaarteerwezen” ( dibentuk berdasarkan ”Gouvermentsbesluit” tanggal 17 Januari 1948), dan menetapkan pembentukan ”Dewan Pengukuran dan Penggambaran Peta (Dewan Atlas)” yang bertugas mengkoordinasi segala pekerjaan pengukuran dan penggambaran peta diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia (pasal 2 dan 3). Peraturan pemerintah ini juga membentuk ”Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta” yang bertugas menyelenggarakan koordinasi dan menjalankan segala pekerjaan mengenai lapangan ilmu geodesi dan yang bersangkutan dengan itu. Kepala staf angkatan perang dan para Sekretaris Jenderal Kementerian Kehakiman, Perekonomian, Pertanian, Pekerjaan Umum dan Tenaga, atau wakil-wakilnya, karena jabatannya menjadi anggota Dewan. Kepala Jawatan Topografi dan Kepala Pendaftaran Tanah karena jabatannya menjadi anggota direktorium yang hadir dalam rapat dewan (pasal 6 dan 8). Sebagai ketua dewan adalah kepala staf Angkatan Perang.

  Pada tahun 1964 pemerintah Indonesia mengadakan pekerjaan survey dan pemetaan yang berhubungan dengan wilayah kekuasaan negara, yaitu dalam penertiban tapal batas internasional antara Irian Barat dengan Papua Nugini. Pada tahun 1966 dan 1967 dilaksanakan Expedisi Cendrawasih – II, yaitu pekerjaan mencari dan menandai meridian seperti yang disebutkan dalam perjanjian tapal batas antara delegasi Indonesia dengan Australia. Tim Indonesia terdiri atas unsur Dinas Geodesi dari Topografi AD yang dipimpin oleh Kolonel CZI Ir Pranoto Asmoro, dan ITB dibawah pimpinan Dr –Ing, Ir. J. Soenarjo. Batas wilayah Indonesia ini ditandai dengan 14 tugu perbatasan berupa piramida terpancung tinggi 160 cm memanjang dari utara ke selatan sampai Fly River pada meridian 1410 00’ 00” BT dari Fly River ke selatan pada posisi 1410 01’ 01” BT.

  Berdasarkan keputusan Presedium Kabinet Kerja Republik Indonesia No. Aa/D/37 1964 tanggal 28 April 1964, Pemerintah membubarkan panitia Atlas dengan membentuk Badan Atlas Nasional (BATNAS). Pada tanggal 17 September 1965 dengan Keputusan Presiden RI No 263 menetapkan Dewan Survey dan Pemetaan Nasional (DESURTANAL) serta pembentukan Komando Survey dan Pemetaan Nasional (KOSURTANAL) dengan tujuan agar diusahakan seminimum mungkin duplikasi usaha-usaha, pemborosan keuangan dan personil, dan pemanfaatan sebaik mungkin data teknis dan informasi yang dihimpun oleh berbagai instansi untuk kepentingan instansi yang memerlukannya. Komando ini sedikit banyak telah memberikan pengertian kepada pemerintah tentang artinya pemetaan nasional untuk kepentingan pembangunan dan pertahanan.

  Adanya BATNAS, DESURTANAL serta KOSURTANAL mencerminkan tidak adanya efisiensi dan penghematan dalam pengeluaran keuangan negara. Oleh karena itu dalam rangka penertiban aparatur pemerintahan, pemerintah memandang perlu untuk meninjau kembali kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan dibidang survey dan pemetaan. Berdasarkan Keputusan Presiden No 83 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969, maka dicabut Kepres RI No 263/1965 tentang pembentukan DESURTANAL dan KOSURTANAL, serta Keputusan Presidium Kabinet Kerja RI No Aa/D/37/1964 tentang pembentukan BATNAS, kemudian menetapkan pembentukan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional yang disingkat BAKOSURTANAL sebagai lembaga Non Departemen di bawah Presiden. Tugas BAKOSURTANAL adalah meneruskan usaha-usaha koordinasi guna mencapai effisiensi dan pemanfaatan semaksimum mungkin potensi nasional dalam bidang survey dan pemetaan disamping sebagai badan yang merencanakan dan melaksanakan program survey dasar sumber alam serta pemetaan nasional. Untuk pertama kalinya diangkat sebagai ketua BAKOSURTANAL adalah Ir.Pranoto Asmoro (Mayor Jenderal Purnawirawan TNI-AD). Kemudian sejak adanya UU Geopasial, maka sesuai amanat Pasal 22 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 Desember 2011, membentuk Badan Informasi Geospasial (BIG). Pada saat mulai berlakunya perpres ini, bidang tugas yang terkait dengan informasi geospasial tetap dilaksanakan oleh Bakosurtanal sampai dengan selesainya penataan organisasi BIG sesuai dengan perpres tersebut. Bakosurtanal dalam jangka waktu paling lama 1 tahun menyerahkan seluruh arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya kepada BIG. Adapun pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Bakosurtanal menjadi PNS di BIG, yang pengaturannya akan dilakukan oleh Kepala Bakosurtanal.
»»  READMORE...

Minggu, 28 April 2013

Datum Geodetik

Pernahkah kita menggabungkan beberapa layer peta pada suatu pada daerah yang sama namun dari sumber data yang berbeda dengan software arcgis kemudian kita dapat hasilnya adalah layer-layer  peta tersebut tidak berada dalam daerah yang sama? Itulah saat dimana datum dan sistem proyeksi peta dari suatu sistem koordinat yang ada dari beberapa layer peta tersebut berbeda. Karena datum dan proyeksinya berbeda maka koordinat yang ada pada layer-layer peta tersebut juga berbeda.
Ibaratnya datum itu sebagai suatu dasar seperti pondasi pada suatu struktur bangunan. Kesalahpahaman dalam pengertian datum dan sistem koordinat dapat berakibat merugikan. Kita ambil contoh akibat kesalahan pemahaman suatu datum maka suatu posisi dapat bergeser ratusan meter. Kita juga mungkin pernah mendengar kesalahan posisi titik pemboran minyak, atau adanya konflik batas daerah. Dan itu juga merupakan fakta yang terjadi karena adanya ekses kesalahan-pemahaman datum dan sistem koordinat.
Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter-parameter yang digunakan sebagai acuan untuk mendefinisikan geometri ellipsoid bumi. Datum geodetik diukur menggunakan metode manual hingga yang lebih akurat lagi menggunakan satelit.
Parameter datum geodetik :
  • Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid (a), setengah sumbu pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).
  • Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat titik pusat ellipsoid (Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.
  • Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan arah sumbu-sumbu (X,Y,Z) ellipsoid.
  • Parameter lainnya, yaitu datum geodesi global memiliki besaran yang banyak hingga mencakup konstanta-konstanta yang merepresentasikan model gaya berat bumi dan aspek spasial lainnya.



Gambar. Perbedaan Datum

Jenis geodetik menurut metodenya :
  • Datum horizontal adalah datum geodetik yang digunakan untuk pemetaan horizontal dimana untuk mendapatkan koordinat x dan y.
  • Datum vertikal adalah bidang referensi untuk titik ketinggian (elevasi). Datum vertikal digunakan untuk merepresentasikan informasi ketinggian atau kedalaman (koordinat z).
Jenis datum geodetik menurut luas areanya :
  • Datum lokal adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang bentuknya paling sesuai dengan bentuk geoid pada daerah yang tidak terlalu luas. Contoh datum lokal di Indonesia antara lain : datum Genuk, datum Monconglowe, DI 74 (Datum Indonesia 1974), dan DGN 95 (Datum Geodetik Indonesia 1995).
  • Datum regional adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang bentuknya paling sesuai dengan bentuk permukaan geoid untuk area yang relatif lebih luas dari datum lokal. Datum regional biasanya digunakan bersama oleh negara yang berdekatan hingga negara yang terletak dalam satu benua. Contoh datum regional antara lain : datum indian dan datum NAD (North-American Datum) 1983 yang merupakan datum untuk negara-negara yang terletak di benua Amerika bagian utara, Eurepean Datum 1989 digunakan oleh negara negara yang terletak di benua eropa, dan Australian Geodetic Datum 1998 digunakan oleh negara negara yang terletak di benua australia.
  • Datum global adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang sesuai dengan bentuk geoid seluruh permukaaan bumi. Karena masalah penggunaan datum yang berbeda pada negara yang berdekatan maupun karena perkembangan teknologi penentuan posisi yang mengalami kemajuan pesat, maka penggunaan datum mengarah pada datum global. Datum datum global yang pertama adalah WGS 60, WGS66, WGS 72, kemudian di awal tahun 1984 dimulai penggunaan datum WGS 84 dan ITRF.

Gambar. Perbedaan Parameter Pada Masing-Masing Datum


Dalam penetapan dan pendefinisian datum geodetik harus dilakukan hal-hal berikut:
1.   Menetapkan ellipsoid putaran sebagai bidang acuan hitung geodesi
2.   Menentukan koordinat titik awal (Φ, λ, h)
3.   Menentukan azimuth dari titik datum ke titik jaringan geodetik lainnya
4.   Mengukur jarak dari titik datum ke titik jaringan geodetik lainnya itu

Orientasi dari ellipsoid referensi ditetapkan dengan mendefinisikan sumbu pendek ellipsoid sejajar dengan sumbu putar bumi. Sumbu putar bumi ditetapkan sebagai sumbu z dari sistem yang bernama Conventional Terrestrial System (CTS) dan pusat bumi sebagai titik pangkal CTS. Sumbu z dari CTS adalah garis lurus yang ditarik melalui pangkalnya (pusat bumi) ke arah Conventional International Origin (CIO). CIO adalah posisi kutub rata-rata bola langit yang diamati dari tahun 1900-1905 yang ditetapkan dan tercantum dalam Resolusi No.19 IUGG pada General Assembly ke-14 yang diselenggarakan di Zurich, Swiss. Penetapan ini berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lima stasiun pengamat gerakan kutub (polar motion) yang terletak pada lintang sekitar 39° 08’. Dengan adanya penetapan ini maka setiap penentuan posisi dan azimuth astronomis yang dilakukan berdasarkan posisi kutub sesaat harus diberi koreksi mengacu pada CIO sebagai kutub bola langit kesepakatan. Posisi kutub sesaat setiap tahun dikeluarkan oleh International Polar Motion Service (IPMS) yang berpusat di Mizusawa, Jepang. Pada Tahun 1988 didirikan International Earth Rotation Service (IPMS) yang berpusat di Paris. Hasil pengamatan IPMS dan teknologi antariksa lain mengenai gerakan kutub dikirim dan dipublikasikan oleh IERS.
Banyak peta atau data geodesi yang memakai datum yang berbeda. Misalnya untuk keperluan survey geodesi yang lebih luas, seperti penentuan batas batas antar negara, maka diperlukan datum bersama. Perbedaan ini biasanya dapat mencapai ratusan meter jika dikonversi ke satuan panjang. Untuk menyamakan datum geodesi ini perlu suatu model transformasi berdasarkan transformasi koordinat bumi. Prinsip transformasi datum adalah pengamatan pada titik-titik yang sama atau disebut titik sekutu. Titik sekutu ini memiliki koordinat-koordinat dalam berbagai datum. Dari koordinat koordinat ini dapat diketahui hubungan matematis antara datum yang bersangkutan. Selanjutnya titik titik yang lain dapat ditransformasikan.

Sejarah Pemetaan di Indonesia dalam Menggunakan Datum Geodetik:
1. Berdasarkan Datum Global Bessel 1841
Sejak tahun 1870 (oleh Pemerintahan Kolonial Belanda tahun 1870) sampai dengan tahun 1974, Datum Geodetik yang digunakan adalah Ellipsoid Bessel 1841 dengan sisitem koordinat relatif dan posisi Ellipsoid bermacam-macam. Pulau Jawa dimana merupakan pulau terpadat penduduknya diutamakan dalam pembuatan jaring triangulasi. Pembuatan jaring triangulasi di pulau Jawa dimulai dari tahun 1862 dan selesai pada tahun 1880. Dalam jaring triangulasi diperlukan titik reprsentasi triangulasi (initial point) yang kemudian akan dijadikan patokan dalam komputasi data triangulasi. Di pulau Jawa, intial point diletakkan pada titik triangulasi P.520 yang terletak di Gunung Genuk, Jawa Tengah.
Kemudian dilakukan pengamatan Lintang Astronomik dan Azimuth Astronomik dari titik tersebut ke suatu acuan yang hasilnya  didefinisikan sebagai Lintang Geodetik dan Azimuth Geodetik. Bujur Geodetik itu sendiri didefinisikan dari Bujur astronomis pada titik triangulasi P.126 di Jakarta. Penentuan bujur astronomis ditarik berdasarkan acuan yang telah ada, yaitu dengan referensi bujur astronomis titik P.126. Bujur astronomis titik P.520 ditentukan dengan cara perhitungan triangulasi (tiangulation computation) dari bujur astronomis titik P.126.
Koordinat geodetik titik P.520, Gunung Genuk, Jawa Tengah adalah ;
Lintang     : 6˚ 26’ 53.4” S
Bujur        : 110˚ 55’ 02.05” BT  
Setelah itu jaring triangulasi diperpanjang ke Sumatera. Sampai pada tahun 1931 terbentuk 3 sistem geodetik di Sumatera, yaitu ; Sumatera Barat Sistem, Sumatera Timur Sistem dan Sumatera Selatan Sistem yang dihitung berdasarkan kerangka Bessel. Setiap sistem tersebut memiliki orientasi dan basis masing-masing maka dari itu diputuskan pada tahun 1931 dilakukan perhitungan triangulasi kedua, tidak hanya untuk Pulau Sumatera, tetapi juga Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Untuk itu ditentukan beberapa stasiun Laplace dan diukur beberapa garis dasar (Schepers & Schulte, 1931). Koordinatnya dihitung dalam Sistem Genuk tetapi perhitungan tersebut belum sepenuhnya selesai karena terbentur dengan adanya Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II berakhir, pengukuran dilanjutkan kembali, pada tahun 1960 pengukuran triangulasi diperpanjang ke Flores di Pulau Nusa Tenggara hingga Papua yang terdapat datum Monconglowe.
Sementara itu pembuatan kerangka geodetik di Sumatera diperluas ke pulau-pulau sekitarnya. jaring utama triangulasi di Pulau Bangka dimulai pada tahun 1917. Jaring traingulasi disambungkan oleh titik triangulasi di Riau dan Lingga ke Sistem Malayan pada akhir tahun 1938 (Schepers, 1939).
Sekitar 30 tahun setelah itu, 1970, Kalimantan Barat mulai dipetakan. Jaring Triangulasi yang dibentukan menggunakan kerangka Bessel 1841. Gunung Serindung dipilih sebagai intial point berada di Utara Singkawang (Hadi, 1975). Sebagai dampak Perang Dunia ke-2 banyak titik triangulasi rusak. Penentuan titik koordinat yang dibentuk dari kerangka geodetik semakin sulit yang berakibat kepada sulitnya pemetaan Pulau Sumatera . Untuk keperluan itu maka ditentukanlah titik kontrol horizontral dengan teknik penggunaan satelit Doppler.

2. Berdasarkan Datum Global GRS 1967 ( Geodetic Reference System 1967 )
Dalam program pemetaan Dasar Nasional yang dimulai pada masa Repelita I ( 1960-1974 ) yang bertepatan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) pada tahun 1969, dan dimulainya progam penyatuan sistem referensi. Tujuan utamnya untuk membangun sistem informasi geografis yang integratif di Indonesia. Pada masa ini teknologi pun telah berkembang dengan munculnya penentuan posisi dengan satelit, yang pada waktu itu dinamakan sistem Satelit Doppler dari US Navy Navigation Satelite system ( NNSS ) sistem triangulasi yang digunakan pada masa sebelumnya telah ditinggalkan. Dengan teknologi ini, seluruh datum Indonesia yang terpisah telah disatukan dalam satu sistem, walupun pada waktu itu kita masih mengadopsi sistem relatif terhadap satu titik di muka bumi yang dipakai sebagai acuan.
Kemudian Bakosurtanal memutuskan untuk memilih satu titik triangulasi di Padang sebagai titik awal sistem dan dinamakan Datum Padang. Selanjutnya Datum Padang ini dinamakan dengan nama baku yang terkait dengan tahun penetapannya yaitu Datum Indonesia 1974 ( Indonesia Datum, 1974 atau ID-74 ). Dalam datum tunggal ini Indonesia mengganti Ellipsoid Bessel 1841 dengan ellipsoid yang diadopsi secara internasional pada waktu itu, yaitu GRS 1967 ( Geodetic Reference System 1967 ). Denga nilai a = 6.378.160 m dan f = 1/298.25.
Pada datum Indonesia 1974  (ID-1974), initial point adalah Stasiun Doppler di Padang. Koordinat stasiun tersebut adalah :
Lintang  : 0˚ 56; 38.414” S
Bujur     : 100˚ 22’ 08.804” BT
Tinggi    : 3190 m diatas INS
Titik pusat INS ditranslasikan (digeser) dari pusat Sistem Doppler NWL-9D  dengan nilai pergeseran tertentu. Pergeseran nilai tersebut dihasilkan dari pendefinisian INS dan nilai tangensial Elipsoid Sistem Doppler NWL-9D  ke intial point. Nilai pergeserannya adalah :
X  = + 2.691 m
Y  =  – 14.757 m
Z  = + 0.224 m
Sutisna (1982) menghitung triangulasi dari Sumatera dan Jawa dalam datum ID-1974 dengan GEM-8 sebagai geoid referensinya. Dalam periode 1974 – 1982 telah terbentuk 378 Doppler station di seluruh kepulauan Indonesia. 15 stasiun di Sumatera, 87 stasiun di Kalimantan, 133 stasiun di Sulawesi, 9 stasiun di Nusa Tenggara dan 134 stasiun di Irian Jaya. Jumlah stasiun doppler di pulau Jawa baru selesai pada awal tahun 1984.

3. Berdasarkan Datum Global WGS 1984
Ketika setelah berkembangnya GPS ( Global Positionng System ). Pada masa ini penentuan posisi yang lebih akurat dicapai setiap saat dan tepat. Agar peta-peta Indonesia tetap bisa digunakan, maka perlu mengubah datum yang digunakan dari ID-74 ke datum yang sesuai denga sistem GPS. Datum baru ini dinamakan Datum Geodesi Nasional Indonesia 1995 ( DGN 1995 ) dengan Ellipsoid acuan WGS 1984 ( a = 6.378.137 m dan kegepengan f = 1/295.34 ) yang juga digunakan secara internasional serta sistem koordinat geosentrik. Datum ini mengadopsi sistem datum geodetik absolut dengan mengatur pusat Ellipsoid Referensi berimpit dengan pusat massa bumi dan tidak digunakan lagi Datum Padang ( yang merupakan datum relatif ) seperti pada masa sebelumnya.

»»  READMORE...
 

Translate

Music